Profil Desa Sangkrah

Ketahui informasi secara rinci Desa Sangkrah mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Sangkrah

Tentang Kami

Profil Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Mengupas tuntas potensi ekonomi UMKM, tantangan historis banjir Bengawan Solo, sejarah kawasan, kondisi demografi, serta program penataan yang menjadi wajah dinamis kelurahan padat di jantung k

  • Lokasi Strategis di Tepi Bengawan Solo

    Memiliki posisi vital di pertemuan beberapa sungai, namun menghadapi tantangan banjir musiman yang menjadi fokus utama penanganan pemerintah dan masyarakat

  • Kawasan Bersejarah dengan Kepadatan Penduduk Tinggi

    Salah satu permukiman tertua di Surakarta dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi, menciptakan dinamika sosial yang kompleks dan beragam

  • Pusat Ekonomi Mikro Berbasis Perdagangan dan Jasa

    Didukung oleh denyut nadi UMKM yang kuat dan lokasinya yang dekat dengan pusat-pusat ekonomi kota, menjadikan Sangkrah sebagai kelurahan dengan potensi ekonomi kerakyatan yang signifikan

XM Broker

Terletak di jantung Kota Surakarta, Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, menampilkan wajah ganda sebuah kawasan urban yang dinamis. Di satu sisi, wilayah ini merupakan salah satu simpul permukiman terpadat dengan denyut ekonomi kerakyatan yang kuat. Di sisi lain, lokasinya yang bersinggungan langsung dengan Sungai Bengawan Solo dan beberapa anak sungainya menghadirkan tantangan hidrologis yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Profil ini mengupas secara mendalam berbagai aspek Kelurahan Sangkrah, dari sejarah, kondisi geografis, demografi, potensi ekonomi, hingga upaya penataan kawasan yang terus berjalan.

Sejarah dan Asal-Usul Nama Sangkrah

Sejarah Kelurahan Sangkrah tidak dapat dipisahkan dari keberadaan sungai-sungai yang melintasinya. Nama "Sangkrah" diyakini berasal dari fenomena alam yang sering terjadi di masa lalu. Menurut berbagai sumber dan cerita tutur, kawasan ini menjadi tempat "nyangkrah" atau tersangkutnya berbagai material, terutama sampah organik seperti rerantingan bambu (dalam bahasa Jawa: angkrah-angkrah) yang dibawa oleh arus deras Sungai Bengawan Solo dan Sungai Pepe saat meluap.

Beberapa sejarawan bahkan menyebutkan bahwa kawasan Sangkrah merupakan peradaban lama yang telah ramai jauh sebelum Keraton Surakarta Hadiningrat berdiri. Lokasinya yang dekat dengan Bandar Penjalan, sebuah pelabuhan sungai kuno, menjadikannya jalur perdagangan yang sibuk. Dalam Babad Sala, disebutkan bahwa cikal bakal Desa Sala berada di kawasan ini. Kepadatan penduduk di Sangkrah sudah terbentuk sejak era tersebut dan terus berlanjut hingga kini, menjadikannya salah satu permukiman paling historis dan padat di Kota Surakarta. Keberadaan Stasiun Solo Kota, yang juga dikenal sebagai Stasiun Sangkrah, menjadi penanda fisik peninggalan era kolonial Belanda yang memperkuat posisi strategis wilayah ini dari masa ke masa.

Kondisi Geografis dan Administratif

Kelurahan Sangkrah merupakan salah satu dari sepuluh kelurahan di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Secara geografis, wilayah ini memiliki karakteristik dataran rendah yang menjadi titik pertemuan beberapa aliran sungai penting, yakni Sungai Bengawan Solo, Sungai Pepe dan Sungai Kecing. Kondisi topografi inilah yang membuatnya menjadi kawasan yang rentan terhadap genangan air dan banjir luapan.

Berdasarkan data pemerintah, luas wilayah Kelurahan Sangkrah yaitu sekitar 44,2 hektare atau 0,44 kilometer persegi. Wilayahnya terbagi menjadi beberapa kampung yang dikenal luas oleh masyarakat, seperti Demangan, Dadapsari, Sampangan, Sawahan, Ngepung, dan Mbelingan.

Adapun batas-batas administratif Kelurahan Sangkrah ialah sebagai berikut:

  • Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Jebres, dipisahkan oleh aliran Sungai Pepe.

  • Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kelurahan Semanggi.

  • Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Pasar Kliwon.

  • Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kelurahan Kedung Lumbu.

Dari sisi kependudukan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta tahun 2023, jumlah penduduk Kelurahan Sangkrah mencapai 12.756 jiwa. Dengan luas wilayah 0,44 km², maka tingkat kepadatan penduduknya sangat tinggi, mencapai sekitar 28.990 jiwa per kilometer persegi. Angka ini menempatkan Sangkrah sebagai salah satu kelurahan terpadat di Kota Surakarta, yang membawa implikasi pada berbagai aspek sosial dan tata ruang.

Pemerintahan dan Kelembagaan Lokal

Roda pemerintahan di Kelurahan Sangkrah dijalankan oleh aparatur kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah. Berdasarkan informasi terbaru, jabatan Lurah Sangkrah diemban oleh Suparno, S.Sos., M.M. Kantor Kelurahan Sangkrah yang beralamat di Jalan S. Indragiri No.79 berfungsi sebagai pusat pelayanan administrasi bagi masyarakat dan koordinator program pembangunan di tingkat kelurahan.

Pemerintahan kelurahan didukung oleh berbagai lembaga kemasyarakatan yang aktif berperan dalam pembangunan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) menjadi mitra strategis dalam merencanakan dan melaksanakan program-program pemberdayaan. Selain itu, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, serta Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) menjadi ujung tombak dalam mobilisasi partisipasi warga untuk berbagai kegiatan, mulai dari kerja bakti lingkungan, kegiatan sosial, hingga perayaan hari besar. Keberadaan lembaga-lembaga ini sangat vital, terutama dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, seperti melalui program Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT).

Dinamika Sosial dan Kependudukan

Dengan tingkat kepadatan yang luar biasa tinggi, dinamika sosial di Kelurahan Sangkrah berjalan sangat kompleks dan heterogen. Mayoritas penduduknya merupakan masyarakat urban dengan beragam latar belakang profesi, mulai dari buruh, pedagang, karyawan swasta, wiraswasta, hingga aparatur sipil negara. Data kependudukan menunjukkan komposisi masyarakat yang majemuk dari sisi agama, dengan mayoritas memeluk agama Islam, diikuti oleh Kristen Protestan, Katolik, dan lainnya, yang hidup berdampingan secara harmonis.

Semangat kebersamaan dan gotong royong masih menjadi modal sosial yang kuat di tengah masyarakat. Hal ini terbukti dari inisiatif-inisiatif warga dalam menjaga kebersihan lingkungan, penanganan masalah sosial secara swadaya, hingga respons cepat saat terjadi bencana. Namun kepadatan penduduk yang tinggi juga memunculkan tantangan tersendiri, seperti keterbatasan lahan untuk fasilitas umum, isu sanitasi, dan kebutuhan akan penataan permukiman yang lebih baik. Stigma sebagai kawasan "rawan" yang terkadang melekat di masa lalu, kini perlahan terkikis oleh berbagai program perbaikan dan citra positif yang dibangun oleh warganya sendiri.

Potensi Ekonomi dan Denyut Nadi UMKM

Kelurahan Sangkrah merupakan salah satu kantong ekonomi mikro yang penting di Kota Surakarta. Lokasinya yang strategis, berdekatan dengan pusat perniagaan seperti Pasar Gede dan Pasar Klewer, serta keberadaan Pasar Sangkrah di dalam wilayahnya, menjadikan sektor perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung utama perekonomian warga.

Ratusan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh subur di wilayah ini. Ragam usahanya bervariasi, mulai dari kuliner rumahan, toko kelontong, jasa penatu (laundry), kerajinan tangan, hingga usaha konveksi skala kecil. Denyut ekonomi ini tidak hanya memenuhi kebutuhan internal masyarakat kelurahan, tetapi juga melayani konsumen dari wilayah lain di Surakarta. Menyadari potensi ini, berbagai pihak, termasuk pemerintah dan kalangan akademisi, kerap memberikan pendampingan dan pelatihan bagi para pelaku UMKM. Salah satu fokusnya yakni pengenalan pemasaran digital (digital marketing) untuk membantu produk-produk dari Sangkrah menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan produktivitas.

Tantangan Pembangunan: Dari Banjir hingga Penataan Kawasan

Tantangan terbesar dan paling historis bagi Kelurahan Sangkrah adalah bencana banjir. Posisinya di dataran rendah yang menjadi pertemuan beberapa sungai membuatnya sangat rentan terhadap luapan air, terutama saat musim penghujan dengan intensitas tinggi. Banjir besar yang terjadi pada tahun 2007 menjadi salah satu peristiwa paling signifikan yang dampaknya dirasakan secara luas oleh masyarakat. Masalah ini bukan hanya disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga diperparah oleh sedimentasi sungai dan isu sampah yang menghambat aliran air.

Pemerintah Kota Surakarta bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo telah melakukan berbagai upaya mitigasi. Pembangunan tanggul, normalisasi sungai, dan pengoperasian rumah pompa di Pintu Air Demangan merupakan beberapa intervensi fisik yang dilakukan untuk mengendalikan banjir. Namun, tantangan masih tetap ada, terutama jika curah hujan ekstrem bersamaan dengan naiknya permukaan air Bengawan Solo.

Selain banjir, penataan kawasan permukiman kumuh menjadi prioritas pembangunan lainnya. Kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan banyak rumah dibangun di lahan yang terbatas dan terkadang tidak memenuhi standar kelayakan. Menjawab hal ini, Pemerintah Kota Surakarta secara bertahap meluncurkan program penataan kawasan. Salah satu program signifikan yang baru-baru ini berjalan yakni pembangunan puluhan rumah layak huni di bantaran sungai yang didanai melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) dari berbagai BUMN. Program ini tidak hanya merelokasi dan membangun kembali rumah warga, tetapi juga menatanya menjadi lingkungan yang lebih sehat dan teratur, lengkap dengan fasilitas umum seperti drainase dan ruang terbuka.

Sangkrah, Resiliensi Warga Urban di Jantung Kota Budaya

Kelurahan Sangkrah merupakan sebuah mikrokosmos dari kehidupan perkotaan yang penuh warna. Di balik citranya sebagai kawasan padat yang akrab dengan tantangan banjir, tersimpan sebuah kekuatan resiliensi masyarakat yang luar biasa. Semangat warganya untuk bertahan, beradaptasi, dan terus berbenah menjadi motor penggerak utama kemajuan wilayah ini.

Dukungan program pembangunan yang terarah dari pemerintah, potensi ekonomi UMKM yang terus menggeliat, serta modal sosial yang kuat menjadi tiga pilar utama bagi masa depan Sangkrah. Transformasi dari kawasan yang dianggap kumuh dan rawan bencana menjadi sebuah permukiman urban yang lebih tertata, sehat, dan berdaya secara ekonomi bukan lagi sekadar wacana. Kelurahan Sangkrah membuktikan dirinya sebagai bagian integral yang tak terpisahkan dari denyut nadi Kota Surakarta, sebuah etalase perjuangan dan optimisme warga urban di jantung kota budaya.